Demi mimpi aku pergi
Demi angan aku sendiri
Demi cita aku berjuang
Aku pergi untuk mencari jati diri. Ku ingin mengerti arti hidup ini. Ku ingin tau kenapa aku disini dan untuk apa aku disini?
Mimpi yang selalu ku impikan, disetiap malam dalam tidurku
Angan yang selalu ku bayangkan di setiap desah napasku
Cita yang telah ku gantung tinggi, kini berjuang untuk meraihnya
Dengan harapan aku berani bermimpi, berangan, dan bercita-cita. Terkadang harapan itu lemah, namun sering harapan itu memacu dan memotivasi diriku.
Berani berharap berarti berani bermimpi. Mimpi tak selalu jadi kenyataan. Sering kali mimpi membuat kita terpuruk dalam kehancuran.
Bertindaklah secara optimis, berpikirlah secara dinamis
Hidup tak perlu disesali, kesedihan tak harus ditangisi
Bermimpilah… Selagi kamu bisa bermimpi. Bermimpilah selagi ada kesempatan. Berusahalah untuk selalu mewujudkan mimpi jadi kenyataan!!!
Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpimu!!!
Selasa, 26 Oktober 2010
Senin, 20 September 2010
Mau Berubah?
Mau berubah?
Udah yakin?
Kalau sudah yakin mulailah rencanakan apa yang akan kamu ubah dari dirimu. Tapi jangan kelamaan berencana. Jangan sampai hanya sekedar rencana tapi tidak ada perubahan yang terjadi.
Upz,,, tunggu dulu! Kamu berubah karena apa? Karena siapa? Kalau karena ngikutin teman, malu ma teman, ngikutin trend, dkk mendingan gak usah berubah. Itu sama dengan bohong. Kalau mau berubah dari hati donk!
Hmmm,,, yang bisa membuatmu berubah menjadi lebih baik ya dirimu sendiri. Jangan berharap orang lain yang akan membuat berubah hidupmu. Percuma aja kalau orang lain yang melakukannya. Kalau kamu gak mau berubah, usaha orang itu akan sia-sia,, benar gak sich?
Satu kesimpulan yang saya dapatkan "Manusia butuh perubahan".
Rabu, 08 September 2010
Kenyataan yg tak diharapkan
Kenyataan tak selalu seperti yang kita harapkan. Kadangkala kenyataan itu terasa begitu indah. Namun tak jarang kita merasakan sulit sekali rasanya menerima kenyataan ini.
Saat kita berada pada situasi yang tak menguntungkan ini, kita merasa tak ingin lagi rasanya berharap. Buat apa berharap kalau pada kenyataanya tak akan sama? Menurut saya cara berpikir seperti ini salah.
Saya pernah mendengar cerita dari seorang guru. Dia bercerita "Sebelumnya tidak terpikir oleh saya untuk menjadi seorang guru. Terlintas pun tidak pernah dalam benak saya. Namun karena alasan ekonomi saya harus memilih jurusan PGSD. Hari itu ibu saya berucap "Nak, profesi guru itu sangat mulia." Namun hati saya berkata lain "APA ITU GURU?" Saya harus memilih tetap pada pendirian saya menjadi seorang sekretaris atau mengikuti saran ibu untuk menjadi guru. Kalau saya tetap pada pendirian pertama maka impian itu akan terpendam karena saya tidak ada biaya untuk kuliah. Dengan berat hati saya memilih untuk menjadi guru. Namun sebelumnya sempat terlintas dalam pikiran saya lebih baik memendam impian dan harapan daripada harus menjalani kenyataan yang tak pernah diharapkan. Namun pada akhirnya saya menjalani proses untuk menjadi seorang guru.
Sangat banyak dan berat sekali rintangan yang saya tempuh. Hari demi hari saya mencoba untuk ikhlas menjalani kenyataan pahit ini.
Dan hari ini saya berkesimpulan kenyataan yang pada awalnya tak sesuai harapan apabila dijalani dengan keikhlasan akan menghasilkan sebuah kenyataan yang lebih indah dari harapan awal".
Jalanilah kenyataan yang ada meskipun tak sesuai dengan harapan. Sesungguhnya dibalik pahitnya kenyataan hari ini ada kenyataan indah yang telah menunggu.
Mudah2an kisah ini membangkitkan semangat orang2 yg sedang dalam terpuruk dalam pahitnya kenyataan yang harus dihadapi.
Saat kita berada pada situasi yang tak menguntungkan ini, kita merasa tak ingin lagi rasanya berharap. Buat apa berharap kalau pada kenyataanya tak akan sama? Menurut saya cara berpikir seperti ini salah.
Saya pernah mendengar cerita dari seorang guru. Dia bercerita "Sebelumnya tidak terpikir oleh saya untuk menjadi seorang guru. Terlintas pun tidak pernah dalam benak saya. Namun karena alasan ekonomi saya harus memilih jurusan PGSD. Hari itu ibu saya berucap "Nak, profesi guru itu sangat mulia." Namun hati saya berkata lain "APA ITU GURU?" Saya harus memilih tetap pada pendirian saya menjadi seorang sekretaris atau mengikuti saran ibu untuk menjadi guru. Kalau saya tetap pada pendirian pertama maka impian itu akan terpendam karena saya tidak ada biaya untuk kuliah. Dengan berat hati saya memilih untuk menjadi guru. Namun sebelumnya sempat terlintas dalam pikiran saya lebih baik memendam impian dan harapan daripada harus menjalani kenyataan yang tak pernah diharapkan. Namun pada akhirnya saya menjalani proses untuk menjadi seorang guru.
Sangat banyak dan berat sekali rintangan yang saya tempuh. Hari demi hari saya mencoba untuk ikhlas menjalani kenyataan pahit ini.
Dan hari ini saya berkesimpulan kenyataan yang pada awalnya tak sesuai harapan apabila dijalani dengan keikhlasan akan menghasilkan sebuah kenyataan yang lebih indah dari harapan awal".
Jalanilah kenyataan yang ada meskipun tak sesuai dengan harapan. Sesungguhnya dibalik pahitnya kenyataan hari ini ada kenyataan indah yang telah menunggu.
Mudah2an kisah ini membangkitkan semangat orang2 yg sedang dalam terpuruk dalam pahitnya kenyataan yang harus dihadapi.
Selasa, 04 Mei 2010
Perpisahan
Sungguh sakit ku rasakan
Perih tak terkirakan
Hati menangis pilu
Tergores luka sembilu
Rintihan hati yang bisu
Tak bisa mengatakan ini
Tak sanggup ku hadapi
Perpisahan yang menghampiri
Ingin ku berlari
Kembali ke ruang waktu
Mengobati rasa rindu
Sunyi menemani
Hampa tanpa arti
Tak ku temukan ceria
Tak ku sadari, telah pudar bahagia
Tak Seperti Dulu Lagi
Rembulan bersembunyi di balik awan itu. Sang dewi malam itu tidak lagi tersenyum melihatku. Dia enggan untuk menampakkan wajahnya kepadaku. Semenjak aku tidak lagi melihatnya dari jendelaku. Aku tidak melupakanmu rembulan.
Ku akui ini memang salahku. Aku tidak lagi bercerita kepadamu. Hari-hariku tersita oleh kegiatan yang padat itu. Malam hari ku telah letih. Mataku telah perih. Tanganku telah lunglai. Kakiku ku pun telah letoy. Kegiatan itu benar-benar menguras tenagaku.
Kau pun telah sibuk dengan angin itu. Dia selalu bertiup sepoi membelaimu. Menyejukkan hatimu yang terbakar oleh amarah. Melenturkan urat syarafmu yang telah lama tegang memikirkan masalah-masalahmu. Dia tak mudah berlalu seperti aku. Aku hanya datang di kala siang dan kau hadir di kala malam. Sehingga kau dan aku tidak pernah lagi bertemu.
Waktu telah mengubah semuanya. Jarak merentang di antara kita. Dua hal itu yang membuat kita tidak seperti dulu lagi.
Kamis, 15 April 2010
Kertas Putih
Putih
Bersih
Kau terlalu suci untuk ku nodai
dengan tinta yang ku miliki
Ku kehilangan kata-kata
Tanganku menjadi kaku
Pikiranku menjadi buntu
Mulutku menjadi beku
Tak satupun kata yang terlintas dalam benakku
Tak satu katapun yang mampu
Melukiskan perasaanku
Menggambarkan keindahanmu
Ku terpaku
pada kertas putih di depanku
Bersih
Kau terlalu suci untuk ku nodai
dengan tinta yang ku miliki
Ku kehilangan kata-kata
Tanganku menjadi kaku
Pikiranku menjadi buntu
Mulutku menjadi beku
Tak satupun kata yang terlintas dalam benakku
Tak satu katapun yang mampu
Melukiskan perasaanku
Menggambarkan keindahanmu
Ku terpaku
pada kertas putih di depanku
Minggu, 21 Maret 2010
Telaga Biru
Tatapanmu menusuk jantungku
Menyatu ke dalam dentut nadiku
Hal itu masih membekas dalam ingatan
Masih jelas terlihat
Mmebuatku semakin teringat
Kenangan yang kau torehkan
Di hari itu
Membuatku semakin tak menentu
Semenjak kau tinggalkan
Di telaga yang membiru
Menyatu ke dalam dentut nadiku
Hal itu masih membekas dalam ingatan
Masih jelas terlihat
Mmebuatku semakin teringat
Kenangan yang kau torehkan
Di hari itu
Membuatku semakin tak menentu
Semenjak kau tinggalkan
Di telaga yang membiru
Selasa, 16 Februari 2010
Kesibukan Pagi itu
Ku buka mata yang telah tertutup selama 8 jam. Pagi ini adalah awal dari masa depanku. Ku coba menghirup udara pedesaan yang sejuk itu. Lalu, ku ulangi sekali lagi. Ku mencoba menikmati waktu yang singkat ini.
Ibuku tampak sibuk membereskan barang – barangku. Tampak segurat kedihan di wajahnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Aku lihat dua bola matanya. Matanya tampak merah, ada air yang berlinang disana. Aku segera berlari menuju kamar mandi. Aku tak sanggup melihat air itu jatuh.
Seusai mandi aku langsung sarapan. Masakan Ibu pagi ini terasa sangat enak. Padahal menu ini sudah sangat biasa di lidahku. Sudah terlalu sering Ibu memasak makanan kesukaanku. Pagi ini terasa sangat berbeda. Aku merasa baru kali ini Ibu memasak makanan ini.
Ku santap makanan dengan lahap. Namun, perutku tak menerima dengan baik. Di dalam tenggorokanku ada yang tersekat. Mataku tiba – tiba terasa perih. Aku menjadi sedih. Kenapa aku harus sedih? Bukankah aku senang karena makanannya sangat enak.
Ibu hanya melihatku. Tak disentuhnya makanan yang ada di depannya. Aku menyuruh Ibu makan. Aku membuat lelucon untuk menutupi rasa sedihku. Ibu pun akhirnya makan. Senang sekali hatiku. Semuanya bercampur seperti makanan yang ada dalam lambungku.
Adikku sedari tadi hanya diam. Dia biasanya sangat lincah. Dia tidak tertawa saat aku membuat lelucon. Apa adikku mengerti bahwa aku akan pergi? Diakan masih kecil. Tidak mungkin dia mengerti. Dia hanya terbawa suasana pikirku.
Ayah terlihat paling sibuk. Dari tadi dia mondar – mandir mengurus surat – menyurat yang kubutuhkan nanti. Begitulah kesibukan di pagi itu.
Terima kasih orangtuaku. Kalian adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku.
Ibuku tampak sibuk membereskan barang – barangku. Tampak segurat kedihan di wajahnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Aku lihat dua bola matanya. Matanya tampak merah, ada air yang berlinang disana. Aku segera berlari menuju kamar mandi. Aku tak sanggup melihat air itu jatuh.
Seusai mandi aku langsung sarapan. Masakan Ibu pagi ini terasa sangat enak. Padahal menu ini sudah sangat biasa di lidahku. Sudah terlalu sering Ibu memasak makanan kesukaanku. Pagi ini terasa sangat berbeda. Aku merasa baru kali ini Ibu memasak makanan ini.
Ku santap makanan dengan lahap. Namun, perutku tak menerima dengan baik. Di dalam tenggorokanku ada yang tersekat. Mataku tiba – tiba terasa perih. Aku menjadi sedih. Kenapa aku harus sedih? Bukankah aku senang karena makanannya sangat enak.
Ibu hanya melihatku. Tak disentuhnya makanan yang ada di depannya. Aku menyuruh Ibu makan. Aku membuat lelucon untuk menutupi rasa sedihku. Ibu pun akhirnya makan. Senang sekali hatiku. Semuanya bercampur seperti makanan yang ada dalam lambungku.
Adikku sedari tadi hanya diam. Dia biasanya sangat lincah. Dia tidak tertawa saat aku membuat lelucon. Apa adikku mengerti bahwa aku akan pergi? Diakan masih kecil. Tidak mungkin dia mengerti. Dia hanya terbawa suasana pikirku.
Ayah terlihat paling sibuk. Dari tadi dia mondar – mandir mengurus surat – menyurat yang kubutuhkan nanti. Begitulah kesibukan di pagi itu.
Terima kasih orangtuaku. Kalian adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku.
Minggu, 17 Januari 2010
Lorong Kegelapan
Ku berjalan di jalan yang tak berujung. Ku telusuri jalan itu. Setiap langkah terasa berat dan tak berarti. Semakin jauh ku berjalan ku merasa kosong. Semuanya semakin terasa hampa.
Meskipun berat, namun k uterus berjalan. Lalu, ku terjebak dalam lorong kegelapan. Ku lihat sekitarku tampak kelam. Ku raba dan ku rasakan tapi tak ada apa-apa.
Sebuah bayangan berkelebat dalam ingatan. Bayangan itu semakin menghantuiku. Rasa bersalah menguasai pikiranku. Ku kejar bayangan itu. Ingin aku meminta maaf. Menghapus segala kesalahanku.
Namun bayangan itu semakin jauh dan jauh. Hingga tak lagi ku lihat. Ku terjatuh terjerembab. Tidak ada seorangpun yang membantuku berdiri. Ku hanya seorang diri.
Apa yang sedang terjadi? Kenapa semuanya pergi? Apa tak ada lagi kesempatan? Ku telah sesali dan ingin ku perbaiki. Ku tak sanggup begini. Hukuman ini sangat menyiksa dan menyakitkan.
Langganan:
Postingan (Atom)